Monday, July 28, 2014

"Buku Jendela Dunia"
Masa kecilku mengenalkan "buku" bagiku di Kota Ambon Manise. Sebagai anak dari  kedua orang pendidik di sekolah guru, maka kami tinggal di kompleks Sekolah Pendidika Guru ( SPG) Ambon sejak tahun 1968 sd 1981. Ibu atau dalam panggilan keluarga Ambon kami sebut mamie mendapat tempat tinggal di dalam kompleks SPG dan Ayah/papie seorang guru pada Sekolah Guru Olahraga (SGO). Kami bertujuh sebagai saudara sekandung, namun masih ada sejumlah orang tinggal bersama kami (saudara-bersaudara) untuk mengejar ilmu di kota Ambon. Dapat dibayangkan bagaimana kedua orang tua kami, mengelola keluarga besar dengan tidak menggeser impian bahwa pendidikan akan meretas masa depan tiap anak. Ada sebuah istilah yang selalu dan selama bertahun-tahun terdengar dari mulut papie : "tidak ada rotan akarpun jadi". Kalimat penyemangat ini sebuah motivasi bahwa keadaan jangan dipersalahkan ; terbatasnya dana dalam mengupayakan sesuatu bukannya pembatas impian gratis yang kami bangun sejak kecil. Minimal kebutuhan untuk sekolah baik itu alat tulis, buku pelajaran dan makanan yang sehat disiapkan dirumah oleh kedua orang tua kami. Namun ketika kami harus haus untuk memperolah informasi diluar itu, tidak adanya dana lebih untuk membeli buku bacaan sekalipun. Kebetulan tetangga kami berlangganan majalah Bobo dan Intisari kala itu.Keluarga tersebut hanya punya satu anak dan beberapa keponakan yang tinggal serumah.Kadang kami harus meminjamkan kedua majalah tersebut setelah mereka selesai membaca. Kehausan akan buku dan informasi didalamnya adalah bagian dari pencarian tiap anak dalam rumah terhadap pengembangan dirinya. Saya akhirnya mengambil cara mengorbankan waktu tidur siang ( kebiasaan di Ambon, adanya waktu tidur siang bagi anak-anak sekolah pagi) untuk mengikuti mamie mengajar di SPG pada kelas siang. Sesampainya disekolah tersebut, saya menuju perpustakan dan mamie menitipkan ke pegawai perpustakan. Saya dibantu mencari buku dan duduk membaca - hingga mamie selesai mengejar.Sekali lagi tidak rotan akarpun jadi. Betapa gembiranya saya berlari melihat begitu banyak buku, namun petugas perpustakan tadi mengatakan disini yach, bacaan anak-anak, jadi duduk disini dan baca disini saja. Inilah bagian dari pembentukan impian - impian saya, setelah  punya kebiasaan baru ke perpustakan siang hari.Pada waktu itu mungkin saja sebagaian teman seumur saya sedang tidur siang ataupun sedang bermain.
Terngiang kala itu, dua jenis buku yang saya selalu baca yaitu Seri Cerita HC Andersen dan Seri Penemuan Abad 21. Cerita Cinderela, Upik Abu, Nenek Sihir dan lain-lain seolah membangunkan mimpi saya bahwa ada kehidupan yang enak, nyaman diluar sana tapi gimana mencapainya? Untungnya saya terinpirasi bukan oleh sebuah dongeng tetapi fakta sejarah bahwa sejumlah penemuan di Abad 21 itu pada intinya melalui serangkaian kerja keras, kegagalan bagian dari penemuan - penemuan terbesar abad 21. Ada Thomas Alpha Edison yang buta karena laboratorium pembuatan bola lampunya meledak, ada Marie Curie penemu Uranium yang juga meledak labnya, Graham Bell penemu telpon dan lain-lain.
Akhirnya buku memantik diri saya bahwa hidup bukan sebuah dongeng ada "kehidupan yang sukses dan nyata" buah kerja keras, tetap bertahan pada impian dan tidak menyerah walaupun kegagalan menghadang. Buku telah menjadi penjaga impian untuk tetap tersajinya informasi positif bahwa selalu ada jendela untuk melihat dunia yang lebih baik. Ketika keberhasilan sudah diraih maka kita bisa keluar dari "rumah berjendela itu" dan menemukan dunia sesungguhnya yang luar biasa dari  Pencipta yang diyakini - Yesus Kristus.

Dedicated to Book
Dedicated to SPG (Sekolah Pendidikan Guru Ambon)
Dedicated to Mom and Dad
Thank You Lord..........MIRACLE OF LIFE!!!